Kamis, 02 Juni 2016

STUDI KASUS “SPONGE BOB: MEMBUAT ANAK MALAS BELAJAR” DITINJAU DARI ASPEK PERKEMBANGAN ANAK



TUGAS UJIAN TENGAH SEMESTER
STUDI KASUS “SPONGE BOB: MEMBUAT ANAK MALAS BELAJAR”
DITINJAU DARI ASPEK PERKEMBANGAN ANAK
Dosen Pengampu : Dr. Maemonah, M.Ag

Kelompok 16
Siti Isofah                   14480167
Ummu Sa’adah           14480164

A.    Pendahuluan
Perkembangan teknologi informasi saat ini telah menjalar dan memasuki setiap dimensi aspek kehidupan manusia. Teknologi informasi memainkan peran yang besar didalam kegiatan bisnis, perubahan struktur organisasi, dan manajemen organisasi. Dilain pihak, teknologi informasi juga memberikan peranan yang besar dalam pengembangan keilmuan dan menjadi sarana utama dalam suatu institusi akademik. Mengutip apa yang dikatakan Kadir, secara garis besar, teknologi informasi memiliki peranan : 1) dapat menggantikan peran manusia, dalam hal ini dapat melakukan otomasi terhadap tugas atau proses; 2) memperkuat peran manusia, yakni dengan menyajikan informasi terhadap suatu tugas dan proses; 3) berperan dalam restrukturisasi terhadap peran manusia, dalam melakukan perubahan-perubahan terhadap kumpulan tugas dan proses.[1] Berdasarkan pemahaman di atas, maka kehadiran teknologi informasi telah memberikan kekuatan dan merupakan potensi besar apabila dimanfaatkan dengan baik.
Televisi sebagai sumber sekaligus media pembelajaran diharapkan menjadi bagian dari suatu proses pembelajaran dan mampu memberikan dukungan bagi terselenggaranya proses komunikasi interaktif antara pendidik dengan anak didik sebagaimana dipersyaratkan dalam kegiatan pembelajaran. Indikator yang dapat digunakan sebagai paramater, yaitu; dapat berfikir secara sehat serta mampu dan sanggup berdiri sendiri tanpa menggantungkan kepada orang lain. Sanggup mengambil keputusan pasti mengenai sikap hidup dan tanpa ragu-ragu dengan catatan dapat menerima pandangan atau bantuan fihak lain secara obyektif. Mampu bertanggung jawab atas segala sikap dan tingkah lakunya dan perbuatan yang dijalankannya. Dapat menerima dan memberi dan merasakan dalam persahabatan dan cinta yang nyata. Mampu menyeimbangkan antara emosi dengan rasionya dalam segala aspek keperluan pemenuhan fisik dan rohaninya yang dimanifestasi dalam tingkah lakunya. Mampu menyeimbangkan antara keperluan pribadi dengan tuntutan masyarakat atau kewajiban berbakti kepada Tuhan dan melaksanakan sosial kemasyarakatan. Mempunyai kesadaran sosial sehingga ia mampu menjadi warga dewasa atau masyarakat atau warga negara yang baik.[2]

B.     Landasan Teori
Anak adalah makhluk yang sedang dalam taraf perkembangan, yang  mempunyai perasan, pikiran, kehendak tersendiri, yang kesemuanya itu merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat serta strukturnya berlainan pada tiap-tiap fase perkembangan.[3]
Dalam kaitannya dengan definisi atau pengertian perkembangan anak, banyak para ahli yang berpendapat. Menurut Kasiram, perkembangan adalah "suatu proses perubahan yang berlangsung secara teratur dan terus menerus, baik perubahan itu berupa bertambahnya jumlah atau ukuran dari hal-hal yang telah ada, maupun perubahan karena timbulnya unsur-unsur yang baru".[4]
Dan perkembangan menurut Lefrancois adalah "perubahan-perubahan yang dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya yang berlangsung secara sistematik baik mengenai fisik maupun psikis".[5]
Jadi perkembangan anak berarti suatu rangkaian perubahan yang sistematis dari seluruh unsur-unsur yang saling mempengaruhi dan yang menjadi kekuatan dalam diri anak untuk menuju kesempurnaan sebagai manusia.
Periodesasi perkembangan anak dari sejak lahir secara umum mencakup 9 tahapan,[6] yaitu:
1.      Tahap perkembangan prenatal (umur 2,5-9 bulan dalam kandungan). Pada tahapan ini perkembangan lebih bersifat pada pematangan fungsi saraf serta refleks untuk menggerakkan tubuh bayi.
2.      Tahap perkembangan vital (sejak lahir/0-2 tahun). Pada tahapan ini perkembangan pada tahun pertama terjadi terutama pada:
a.       Fungsi fisiologis; menggerakkan anggota badan
b.      Fungsi psikologis; heran, terkejut, mengamati stimuli dengan indra
c.       Fungsi sosial; menangis, meraba, mengenal bahasa isyarat.

Pada tahun kedua perkembangan meningkat menjadi :
a.       Fungsi fisiologis; dapat merambat, melempar dan berjalan
b.      Fungsi psikologis; mengenal orang, suara, benda dan pembiasaan
c.       Fungsi sosial; dapat menyatakan keinginan, menolak dll.
3.      Tahap perkembangan ingatan (umur 2-3 tahun), berkembangnya ingatan pada tahap ini dibarengi dengan dapat berfungsinya indera pengamatan.
4.      Tahap perkembangan keakuan dan imajinasi (umur 3-4 tahun), pada tahapan ini anak ingin mendapat perhatian dan mengharapkan keunggulan.
5.      Tahap perkembangan pengamatan (umur 4-6 tahun), fungsi pengamatan dalam usia ini sudah sempurna dan dominan, sehingga mempengaruhi perkembangan aspek-aspek pribadi anak.
6.      Tahap perkembangan intelektual (umur 6/7-12/13 tahun). Tahap ini di mulai ketika anak sudah dapat berpikir atau mencapai hubungan antar kesan secara logis serta membuat keputusan tentang apa-apa yang dihubungkan secara logis.
7.      Tahap perkembangan pra remaja (umur 13-16 tahun), masa pra remaja sering tidak dapat dirasakan oleh individu, karena terjadinya mendadak dan sekejap. Dan masa ini bersamaan dengan masa puber.
8.      Tahap perkembangan remaja (umur 16-20 tahun), pada tahap ini anak mulai terdorong untuk mencari pedoman hidup yang bernilai bagi dirinya
9.      Tahap perkembangan kedewasaan (umur 21 tahun ke atas), pada tahap terakhir ini seseorang sudah siap untuk mandiri dalam kehidupan. Dan bisa dikatakan sebagai individu uang sempurna.
Seiring perkembangan teknologi dan informasi yang dikaitkan dengan aspek perkembangan anak, maka perkembangan anak meliputi:
1.      Bahasa
Bahasa sangat erat kaitannya dengan perkembangan berpikir individu, tampak dalam perkembangan bahasanya, yaitu kemampuan membentuk, pengertian menyusun pendapat, dan menarik kesimpulan. Clara dan William Stern, membagi perkembangan bahasa menjadi empat masa, yaitu :
  1. Kalimat satu kata              : 1-1,5 tahun
  2. Masa Memberi Nama        : 1,5-2 tahun
  3. Masa Kalimat Tunggal      : 2-2,5 tahun
  4. Masa Kalimat Majemuk    : 2,5 tahun – seterusnya
2.      Sosial
Perkembangan sosial adalah proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi, meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerjasama. Berkaitan dengan interaksi anak dengan lingkungannya, misalnya di usia setahun, anak sudah bisa bermain dengan teman-teman seusianya. Ada beberapa pola bermain pada anak, yaitu :
a.       Bermain dengan mainan, terjadi pada permulaan awal masa kanak-kanak. Seiring dengan meningkatnya kontak sosial dan sadarnya anak bahwa mainannya tidak mempunyai sifat hidup lagi maka bermain seorang diri menjadi tidak menyenangkan lagi.
b.      Drama / bermain peran, usia tiga tahun anak mulai melakukan permainan dengan berdasarkan pengalaman, dongeng-dongeng atau film-film yang pernah dilihatnya.
c.       Konstruksi, yakni anak-anak membuat konstruksi dari balok, pasir, tanah liat dan lain-lain, berdasarkan apa yang dilihatnya.
d.      Permainan, terjadi pada usia empat tahun anak-anak lebih suka bermain dengan teman sebayanya daripada dengan orang dewasa. Bentuk permainannyapun sudah mengenal aturan.
3.      Moral
Moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral, nilai-nilai moral itu seperti: seruan untuk berbuat baik untuk orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan, dan memelihara berhak orang lain serta larangan mencuri dan perbuatan-perbuatan jelek lainnya.
Sedangkan Perkembangan kognitif anak usia 2-6 tahun (preoperasional) menurut Piaget adalah anak pada masa kanak-kanak dapat realitas dirinya dengan simbol-simbol; seperti imajinasi mental, kata-kata, gerakan tubuh. Objek dan kejadian belum terfikir, anak gagal untuk membedakan pandangan dirinya dan pandangan orang lain, masih dikuasai oleh pemahaman di permukaan, masih dibingungkan oleh hubungan sebab-akibat.
Menurut Moh. Kasiram perkembangan psikis anak pada periode ini, antara lain :
a.       Perkembangan pencerapan
b.      Perkembangan ingatan
c.       Perkembangan fantasi
d.      Perkembangan pikiran
e.       Perkembangan perasaan
f.       Perkembangan kemauan.[7]

Seperti dijelaskan di atas bahwa perkembangan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara teratur dan terus menerus baik perubahan itu berupa bertambahnya jumlah atau ukuran-ukuran dari hal-hal yang telah ada maupun perubahan karena timbulnya unsur-unsur yang baru. Secara umum perkembangan jiwa anak dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.      Perkembangan Pencerapan/Pengamatan
Dalam pandangan Zulkifli dijelaskan bahwa "perkembangan pengamatan merupakan peralihan dari keseluruhan menuju kepada bagian-bagiannya, menerima tanpa kritik menuju arah pengertian, dari alam khayal menuju alam kenyataan".[8]
2.      Perkembangan ingatan
Pada masa ini anak lebih mudah mengingat sesuatu yang berhubungan dengan gerakan-gerakan (ingatan motoris), kemudian timbul ingatan mekanis, dan ingatan inilah yang terus berkembang dan mempengaruhi cara mengingat anak pada masa puber. karena sifatnya mekanis maka hal-hal yang sering diulang, dilatihkan, dibiasakan akan mudah diingat oleh anak. Makin bertambah umur anak, luas ingatan makin bertambah pula, dan berbarengan dengan itu mulai muncul pula ingatan logis.[9]
3.      Perkembangan fantasi
Perkembangan fantasi anak pada masa ini berbeda dengan masa kecil, ia seakan-akan ingin melakukan sendiri apa yang dilakukan oleh orang-orang dalam sebuah cerita.[10] Perkembangan fantasi anak pada masa ini menurut Kasiram dijelaskan sebagai berikut :
Umur 7,0-8,0 tahun
Anak masih senang pada dongengan khayal, tetapi karena inteleknya sudah mengalami kemajuan, maka dia sudah dapat mengoreksi dongeng-dongeng yang tak masuk akal, ia hanya mau cerita yang dapat diterima akalnya.
Umur 8,0 tahun keatas
Fantasi  bebas sudah mulai berkurang dan berangsur-angsur berubah ke fantasi terikat dan teratur. Anak mulai tertarik pada cerita-cerita sejarah Nabi dan lain-lain[11]

4.      Perkembangan pikiran
Menurut RJ Havighurst dalam Kasiram, bahwa perkembangan pikiran itu pada mulanya adalah belajar mengartikan kata-kata dan belajar berbicara. Kemudian berkembang pengertiannya terhadap fakta-fakta (faktual information) dan selanjutnya berkembang pula kemampuan untuk berpikir abstrak (reasoning).[12]
5.      Perkembangan perasaan
Anak-anak memiliki perasaan yang lebih kuat pengaruhnya dibandingkan dengan perasaan orang dewasa. Tetapi pengaruh perasaan itu lebih rendah jika dibandingkan dengan pengaruh perasaan anak kecil. Anak sekolah lekas merasa puas, tampaknya mereka selalu gembira, jarang bahkan tidak pernah menyesali perbuatannya. Mereka belum mampu turut merasakan kesusahan yang dirasakan orang lain.[13]
6.      Perkembangan kemauan
Pada dasarnya anak usia sekolah menunjukkan tanda-tanda bahwa ia menaruh perhatian terhadap dunia luar, selalu aktif dalam kegiatan lingkungannya, namun suka bertanya-tanya karena perhatiannya sangat tajam. Mereka seperti seorang realis kecil; ingatannya sangat setia dan kemauan belajarnya sangat kuat. Karena itu perlu diberi motivasi disamping kita harus menjauhkan saran dan sugesti negatif yang dilarang oleh ajaran agama seperti bersifat asosial dan asusila.[14]

C.    Kasus
Harian Kedaulatan rakyat, dalam kaitannya dengan aspek perkembangan anak, menyebutkan tentang dampak negatif dari film kartun yang ditayangkan oleh televisi swasta. Bertempat di @Hom Platinum Gowongan Hotel dalam acara Sosialisasi Penyiaran yang dihadiri oleh Komisioner Bidang Isi Siaran KPI Pusat Agatha Lily Ssos, Msi, Tri Suparyanto (Ketua KPID DIY), Dyna Herlina Suwarto Msc (Peneliti Rumah Sinema) serta Maruli Matondang (Sekretaris KPI Pusat) membahas tema “Tayangan yang Cerdas dan Sehat untuk Anak dan Remaja”.
Berbagai macam tayangan televisi yang disajikan untuk anak-anak seperti film-film kartun tidak semuanya cocok untuk mereka karena dalam beberapa film kartun banyak ditemukan pesan yang kurang mendidik bahkan banyak yang mengandung unsur kekerasan sehingga tidak cocok untuk anak-anak dan remaja. Selain itu, film-film kartun juga menyebabkan anak untuk malas belajar dan sekolah karena telah kecanduan menonton tayangan-tayangan yang disajikan televisi tersebut.
Menurut Agatha Lily, salah satu tayangan kartun yang melanggar adalah ‘Sponge Bob’ yang mengisahkan tentang tokoh yang malas belajar, tapi bisa sukses dan memiliki banyak teman. Tontonan tersebut menyebabkan anak menjadi malas sekolah seperti ‘Sponge Bob’ karena mereka beranggapan bahwa meskipun ‘Sponge Bob’ malas belajar tetapi tetap bisa berhasil bahkan banyak teman yang mau bergaul dengannya.
Karena pada umumnya anak memiliki karakteristik meniru atau mengidolakan seorang tokoh maka pengaruh tayangan televisi sangat berperan besar dalam membantu perkembangan pola pikir seorang anak dan menentukan kepribadian anak. Apabila setiap harinya anak disuguhi dengan tayangan-tayangan yang kurang mendidik serta mengandung nilai-nilai negatif maka besar kemungkinan anak Indonesia menjadi anak yang kurang bermoral serta memiliki latar belakang pendidikan yang kurang bermutu.
Oleh karena itu, hendaknya pemerintah memberikan langkah tegas kepada industri penyiaran televisi dalam mengatur dan menggunakan frekuensi siaran untuk membatasi tayangan-tayangan yang kurang mendidik tersebut. Dengan dibentuknya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)  mudah-mudahan bisa membantu mengatasi permasalahan-permasalahan yang merampas hak anak dalam memperoleh tayangan-tayangan atau sajian televisi yang bersifat mendidik dan membantu mengembangkan pola pikir mereka menjadi lebih baik dan terarah.
Selain itu, orang tua juga mempunyai peran penting dalam mendampingi dan memberikan pengawasan terhadap apa yang ditonton oleh anak mereka apakah tontonan yang sedang dinikmati oleh anak mereka merupakan tontonan yang layak untuk dikonsumsi oleh anak seumur anak mereka atau tidak. Semua upaya yang dilakukan tersebut semata-mata hanya untuk mendidik dan membuat psikologis anak mereka menjadi lebih baik.

D.    Analisis
Berdasakarkan hasil pengamatan kami dalam analisa film Sponge Bob, pengaruh film Sponge Bob terkait aspek perkembangan anak  antara lain sebagai berikut :
a.       Banyak ditemukan pesan yang kurang mendidik. Pesan tersebut dapat ditemukan dalam bentuk tindakan dan ucapan yang dilakukan para tokoh dalam Sponge Bob yang kurang baik. Seperti saling mengejek dan menjatuhkan sesama teman, sering melecehkan moral sesama, tidak ramah terhadap tetangga antar peran. Hal semacam ini sangat mempengaruhi aspek moral, intellegensi, dan sosial anak.
b.      Mengandung unsur kekerasan sehingga tidak cocok untuk anak-anak dan remaja. Sebagaimana anak merupakan tokoh dalam tahap meniru, maka contoh kekerasan tidak cocok diberikan pada anak, karena hal ini dapat memacu potensi anak untuk meniru perbuatan tersebut.
c.       menyebabkan anak untuk malas belajar dan sekolah karena telah kecanduan menonton tayangan-tayangan yang disajikan televisi tersebut. Hal ini ditegaskan lagi bahwa tayangan Sponge Bob hadir setiap hari dipagi hari, sehingga membantu menghambat motivasi anak dalam berangkat sekolah jika sudah kecanduan.
d.      Pada umumnya anak memiliki karakteristik meniru atau mengidolakan seorang tokoh maka pengaruh tayangan televisi sangat berperan besar dalam membantu perkembangan pola pikir seorang anak dan menentukan kepribadian anak.
e.       Pengaruh moral dan pendidikan menjadi tidak bermutu, yakni adalah ‘Sponge Bob’ yang mengisahkan tentang tokoh yang malas belajar, tapi bisa sukses dan memiliki banyak teman.
f.       Menambah pengetahuan bagi anak.
g.      Mengajarkan arti persabahatan
h.      Selalu gembira menjalani hidup. Hal ini bisa dilihat bahwa musuh terbesar dalam hidup Sponge Bob adalah kesedihan. Sponge Bob sangat benci bersedih, ia selalu riang menjalani hidup, selalu tersenyum, tertawa riang, yang akan membuat hidup lebih berwarna dan menjauhkan diri dari penyakit.

E.     Rekomendasi
Dengan adanya tayangan Sponge Bob yang memiliki analisa negatif lebih banyak daripada nilai positifnya, sebaiknya sebagai :
a.       Keluarga
1)      Memberikan pengawasan terhadap anak dalam menyaksikan siaran televisi
2)      Memberikan motivasi mendidik kepda anak terkait bagaimana menyikapi beberapa film yang memiliki pengaruh, khususnya terhadap aspek-aspek perkembangan anak.
3)      Mencari alternatif kegiatan yang lebih menarik dari sekedar menonton tv, seperti bermain bersama, belajar bersama, dan sebagainya
b.      Guru/ Pendidik
1)      Memberi bekal moral guna menyaring pengaruh-pengaruh yang mungkin muncul dalam menyerap informasi televisi
2)      Memotivasi anak dalam belajar agar diterima secara menyenangkan, guna mengalihkan perhatian anak terhadap siaran tv yang kurang mendidik.


DAFTAR PUSTAKA
Barnadib, Imam. 1986. Filsafat Pendidikan Suatu Tinjauan. Yogyakarta : Andi Offset
Kadir, Abdul. 2003. Pengenalan Sistem Informasi. Yogyakarta: Andi Offset.
Kasiram, Muh.1983.Ilmu Jiwa Perkembangan; Bagian Ilmu Jiwa Anak. Surabaya : Usaha Nasional.
Qomar, Mujamil. 1993. Meniti Jalan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Soemanto, Wasty. 1998. Psikologi Pendidikan; Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sujarwanto,  Agus. 1996. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka Cipta.
Suyadi, 2009. Ternyata Anakku Bisa Kubuat Genius. Jogjakarta :Power Books.
Zulkifli, 2002. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosda Karya.


[1]Abdul Kadir, Pengenalan Sistem Informasi, (Yogyakarta: Andi Offset, 2003), h. 23.
[2] Umar Hasyim, Cara Mendidik Anak dalam Islam. (Surabaya: Bina Ilmu, 1983), h. 128-129.
[3] M. Kasiram, Ilmu Jiwa Perkembangan; Bagian Ilmu Jiwa Anak. (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), 11.
[4] Ibid., 29.
[5] Definisi ini dikutip oleh Mujamil Qomar, Meniti Jalan Pendidikan Islam. Akhyak (ed.) (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 406.
[6] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan; Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), 70.
[7] Kasiram, Ilmu Jiwa …,76-83.
[8] Zulkifli, Psikologi Perkembangan. (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), 56.
[9] Ibid., 80.
[10] Agus Sujarwanto, Psikologi Perkembangan. (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), 79.
[11] Kasiram, Ilmu Jiwa …, 81.
[12] Kasiram, Ilmu Jiwa …, 81-82.
[13] Zulkifli, Psikologi …, 59.
[14] Ibid., 62.